Dalam masyarakat kita, masih banyak contoh lain yang menunjukkan bagaimana patriarki bekerja. Menikahi janda sering dianggap seperti membeli barang bekas, sementara menikahi duda dianggap hal yang wajar.

Dalam budaya Timor, perempuan yang diceraikan sering disebut “Mpoli”, yang berarti dibuang atau ditinggalkan. Istilah seperti ini sangat merugikan perempuan karena menempatkan mereka pada posisi yang selalu salah.

Bahkan, seorang saudara laki-laki sering merasa berhak melarang atau memukul saudara perempuannya yang berpacaran, sementara dirinya bebas memperlakukan perempuan lain sesuka hati. Dalam perkawinan pun, marga perempuan harus mengikuti marga laki-laki.

Sistem seperti ini bekerja diam-diam, menyusup halus dalam kebiasaan, aturan, dan bahasa. Ia membentuk cara berpikir yang membuat laki-laki memiliki hak istimewa dan perempuan kehilangan suara.

Dari sinilah muncul berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, baik fisik, verbal, maupun emosional. Budaya patriarki membuat sebagian laki-laki merasa berhak menghina, memukul, bahkan mengeksploitasi tubuh perempuan.

Kita sering membaca berita tentang kekerasan dalam rumah tangga atau tentang perempuan yang membuang bayinya. Secara hukum, tindakan itu memang salah. Namun, jika kita mau melihat lebih dalam, sering kali perempuan melakukannya karena tekanan sosial, rasa malu, ketakutan, atau karena ditinggalkan oleh laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab.