Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp RakyatNTT.ID
+ Gabung
DI tengah gelombang revisi undang-undang dan produk legislasi yang sering kali menuai kontroversi, Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi harapan terakhir rakyat untuk menagih keadilan konstitusional. Sayangnya, bagi masyarakat sipil, pintu MK tidak selalu terbuka lebar. Seringkali mereka ditolak masuk bukan karena argumen lemah, tapi karena dianggap tidak memiliki legal standing.
Maka muncul pertanyaan mendasar: Konstitusi untuk siapa? Jika masyarakat tidak diberi hak untuk menuntut keadilan atas nama publik, maka demokrasi kehilangan substansi. Ini bukan sekadar isu hukum, tapi menyentuh jantung partisipasi rakyat dalam negara hukum yang demokratis.
Menurut yurisprudensi MK, pemohon uji materi harus mengalami kerugian konstitusional yang langsung, aktual, dan spesifik. Namun, pendekatan ini sering kali mengabaikan realitas sosial bahwa banyak pelanggaran konstitusi bersifat struktural dan berdampak kolektif.
Dr. Bivitri Susanti dari STIH Jentera menyatakan, “Legal standing dalam sistem kita terlalu sempit. Padahal, masyarakat sipil punya peran penting dalam menjaga konstitusi dari pelemahan demokrasi.” (Susanti, 2022)
Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara UGM, juga menegaskan bahwa “Masyarakat sipil bukan hanya korban, tapi aktor konstitusional. Mereka mewakili suara yang sering tak terdengar di forum formal.” (Mochtar, 2023)



WA Channel
Ikuti Kami
Subscribe
Tinggalkan Balasan