So’E, RakyatNTT.ID Komunitas RIMPAF (Rimbun Pah Feto) Timor Tengah Selatan (TTS) menilai kunjungan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA), Veronica Tan, pada Jumat (31/10/2025), seharusnya menjadi momentum koreksi besar-besaran terhadap lemahnya sistem perlindungan perempuan dan anak di TTS—bukan sekadar seremoni.

Dalam pertemuan tersebut, Wakil Bupati TTS Johny Army Konay mengakui masih banyak tantangan serius dalam isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk tingginya angka kekerasan seksual dan lemahnya akses ekonomi perempuan.

Namun, bagi RIMPAF TTS, pengakuan itu justru menunjukkan lambannya langkah konkret pemerintah daerah.

“Pemerintah sudah tahu masalahnya, tapi seolah terus menunggu belas kasih kementerian untuk bertindak,” ujar Honing Alvianto Bana, Ketua RIMPAF TTS.

RIMPAF: Pemerintah Sibuk Pamer Angka, Sembunyikan Penderitaan

RIMPAF menyoroti bahwa di balik sambutan hangat terhadap kunjungan Wamen PPPA, terdapat fakta kelam yang kerap diabaikan.

Dari 2021 hingga 2024, tercatat lebih dari 395 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di TTS, dengan pola yang berulang setiap tahun.

Kasus yang dominan meliputi kekerasan dalam rumah tangga, persetubuhan anak, penelantaran, dan ingkar janji menikah—semuanya menunjukkan ketimpangan kuasa yang akut.