Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp RakyatNTT.ID
+ Gabung
KEMISKINAN di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur, sudah lama menjadi sorotan. Bukan hanya karena angka statistik yang kerap menempatkan daerah ini di deretan wilayah termiskin, melainkan karena kemiskinan di TTS memiliki akar yang jauh lebih kompleks. Jika ditelusuri, ada empat peta risiko yang saling bertaut: ekonomi, sosial, ekologi, dan politik.
Risiko ekonomi terlihat jelas dalam ketergantungan masyarakat pada pertanian subsisten yang rapuh. Lahan tadah hujan, minim irigasi, dan keterbatasan akses modal menjadikan hasil panen sangat bergantung pada cuaca. Ketika musim kering lebih panjang dari biasanya, yang tersisa hanyalah utang dan kerentanan. Ditambah lagi, harga barang kebutuhan pokok di TTS cenderung lebih tinggi dibandingkan kota besar, sehingga daya beli masyarakat semakin tertekan.
Risiko sosial muncul dari dampak kemiskinan yang menahun. Akses terhadap pendidikan dan kesehatan masih timpang, terutama di wilayah pedesaan. Angka putus sekolah relatif tinggi, sebagian karena faktor ekonomi, sebagian lagi karena perkawinan anak yang masih berlangsung. Tak heran bila kualitas sumber daya manusia sulit meningkat.
Dalam lingkaran ini pula, kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi fenomena mengkhawatirkan. Rumah yang seharusnya menjadi ruang aman justru sering menjadi ruang luka, memperlihatkan bagaimana kemiskinan berkelindan dengan ketidaksetaraan gender. Lebih dari itu, ada dimensi budaya yang kerap terabaikan: rasa malu dan pasrah yang membuat sebagian masyarakat enggan mencari terobosan, bahkan ketika peluang ada di depan mata.



WA Channel
Ikuti Kami
Subscribe
Tinggalkan Balasan